Social Icons

Pages

28 April 2006

Kata terakhir untuk aku satukan

Wahai permadani indah yang menghampar luas
Melalui rangkaian kata yang ku tebar melalui rasa
Memetik dawai kehidupan dengan jemari keindahan
Meresap mengheningkan segala suasana dan canda

Keterpurukan yang mehitamkan putihnya jiwa
Melaui bukit-bukit penderitaan nan gersang
Dan diguyur oleh rintik-rintik hujan kesedihan
Hingga jatuh tenggelam di samudera kemalangan

Ingin rasanya sampai di pelabuhan itu
Meski berlabuh hanya oleh deburan ombak pasang
Atau bertepi hanya oleh terpaan angin kerinduan

Tak ada tawa di ujung sana
Tak ada senyum di ujung sana
Tak ada sayang di ujung sana
Tak ada rindu di ujung sana
Tak ada cinta di ujung sana

Hingga saat yang di sana membaca guratan rasa
Yang terangkai oleh benih-benih kemesraan
Hingga akal dan perasaan yang di sana adalah kemudi dan layar
bagi jiwa yang sedang mengarungi samudera kehidupan
Hingga pelabuhan yang di sana dihampiri perahu
Pergi menuju pelabuhan terakhir untuk selalu bersama
Menuju gerbang penantian, gerbang keabadian
Hingga kata-kata ini terangkai sempurna tanpa kesedihan
Bersama kata terakhir untuk aku satukan... xxxxx

Merenung

Aku menunggu di bawah jembatan itu
Tepat depan perlintasan rel kereta api
Aku duduk diselingi riuhnya penghuni jalanan
Menunggu kabar dan mencari makna

o... hidup ! kenapa kau tak terangi malam
saat mentari yang sombong tengah terlelap

o... hidup ! kenapa kau tak taburi benih
saat cinta Nya sudah tak mengakar dalam diri

Kehadiranmu

Biar hari ini berlalu
Tapi aku meninggalkan malu :)
Mencuri bayangan hayalan
Namun aku dapatkan pandangan sejati
Melihat raut sempurna di kebisingan rintik hujan

Kehadiranmu selalu mengingatkan aku Nostalgia kemuraman yang pernah aku lalui :(
Kehadiranmu selalu mengingatkan aku Nostalgia kehangatan yang pernah aku lalui :)
Tapi indah memang ...
Saat diri terpancar cahaya keyakinan
Saat tindakan jadi sebuah kesalahan
Kesalahan jadi sebuah pelajaran
Dan saat aku dapat mengambil pelajaran
Aku tersenyum melihat kehadiranmu

27 April 2006

Bosan

Diam bias duduk di samping kain malam
Jauh melepas pandangan ke arah langit kepalsuan
Yang kelam dihiasi bintang keraguan
Serta cahayanya hanyalah bualan

Buah yang jatuh dari tangkai perasaan
Termakan melalui mulut penantian
Tersumbat di kerongkongan kebosanan
Namun tetap berlabuh di lambung nostalgia masa lalu

Entah kenapa rasa yang dinanti-nanti walau bosan mengulang masa lalu
Selalu menjadi cerita yang menjadi benalu di dalam otak penuh kepenatan

Keindahan tak selamanya jadi hiasan
yang bisa jadi pemanis diri saat berdiri tegak
yang bisa jadi pewangi saat bibir bertutur hikmah
malah keindahan menjadikan diri seorang pendosa
pendosa terperosok lubang kehinaan
kehinaan yang diisi oleh keledai-keledai cinta

Terlalu Cepat

Senja mulai menanti dan terangnya mentari mulai mati
Diam mulai tak mengerti , bicara mulai tak berarti
Cerita burung elang yang terbang membawa segenggam salju
Salju penyejuk jiwa yang ditebarkan di angkasa raya penuh pesona
Namun tak bisa membasuh noda yang entah anugerah atau prasangka
Terlalu cepat rintik-rintik kesyahduan menghangatkan aku
Bukan menapik angin yang menerpa layar kasih ku menuju sayang NYA
Hanya merasa jarum ini telah tertusuk di kepala sebelum ia datang

26 April 2006

Jalan kehidupan

Jalan kehidupan tidak mengikuti jalur yang lurus
Tidak pula tumbuh liar bagai semak belukar
Kehidupan jiwa kelopaknya Laksana sekuntum teratai
yang bermahkotakan seribu bunga

Kebebasan

Kita selalu mencari makna sejati dari pantai ini .
Agar suara-suara kita terdengar oleh kehidupan .
Tapi bagaimana dengan gelombang yang menghempas dalam ruang hampa suara, tanpa gema ? . Padahal dia yang sepi suara tanpa gema adalah penyantun bagi derita .
Dan yang tidak punya pendengaran adalah pengukir jiwa dan takdir kita .

Kau bertanya tentang kesedihan penderitaan yang aku utarakan
Kau terheran saat aku berbicara keindahan, kemuliaan, keagungan dan kebebasan

Bukankah aku berbicara tentang kebebasan dan kabut yang lebih membebaskan ?
Tapi perjalanan ini memang kulalui dengan kesedihan, seperti jiwa manusia yang terkapar
Dan bersimpuh menyembah pembunuhannya sendiri

Ingat aku !!!

Ijin kan aku menjilati kulit cinta beraroma derita
Memahat lekukan bahu rayuan berdesahkan luka
Menyelami setiap siku kerinduan bernafaskan hampa
Memeluk erat tubuh kehidupan beralunkan murka

Aku tak ingin menangis karena cinta
Aku tak ingin berpaling karena rayuan
Aku tak ingin berlabuh karena kerinduan
Aku tak ingin merintih karena kehidupan

Jangan kau tertawakan aku !!!
Jangan kau menatap aku !!!

Hari ini, kaki ini akan terus melangkah
Hari esok tubuh ini telah melanjutkan kehidupan
Suatu hari kau kan melihat aku dengan jutaan hasil karya
Yang menjadi lukisan dinding dunia dan hamparan jagat raya

Derita Ikhlasku

Kusam dekil penuh kerikil di tubuhku yang bau asam
Lengah piluh duri menancap di tengah kakiku yang lumpuh
Bunga melati itu telah mati ditelan lidah penindasan dari mulut penderitaan
Luka yang kuraba di ujung telunjukku sudah bukan semestinya ia berada
Mengupas kulit kehidupan menyayat daging harapan dan tulang impian
Biarkan tubuh hina ini terbaring penuh duka ... derita ...
Biarkan darah kotor ini mengalir dengan beku ... ragu ...
Biarkan semuanya membersihkan ketulusan jiwa yang telah siap menghadap Ilahi

Pesta itu akan datang

Riuh tapak langkah kaki telah kudengar
Melintasi lalu lalang seperti kelelawar malam
Tertawa di keheningan sendirian tanpa teman
Sambil menengadah penuh harap
Pesta itu akan datang

Berubah Pikiran

Kerap kali aku tak sadarkan diri
Bertanya mengapa beban ini terasa berat
Tak dapat ku pikul dan tak dapat ku pangku

Aku tak ingin bermain-main dengan cinta
Aku tak lagi bersandiwara dengan rasa

Naik turun nya aku bukan naik turun nya harkat ku
Aku hanya ingin jiwa ini kekal mengabdi pada Nya
Melalui kata yang kuasingkan dari mata-mata dunia
Lebar dan panjang penuh kelokan fatamorgana
Yang telah mengkhilafkan langkah ini tuk istiqomah
Sabar dan ikhlas serta ihsan dalam benak ini

Aku tak ingin bersedih
Menangisi cerita yang telah digariskan
Aku tak ingin berteduh
Di kehangatan goda yang membakar ranting hingga ke akar
Aku tak ingin berdiri
Memandang ladang yang ku tanami dengan dosa

Aku telah melihat istana keagungan berdiri tegak di hadapan ku
Burung istana pun telah mengabari ku untuk duduk di singgasana raja
Bersama permaisuri pilihan ku tuk membangun jiwa-jiwa yang tenang

Aku langkahkan kaki ini .. sekarang !!! ...